“Tuhan pilihku dari kerumunan, membuatku datang ke sisi-Nya. Firman-Nya hangatkan hatiku. Panggilan-Nya membangunkan aku. Suara-Nya serta wajah elok-Nya tak berubah dari sejak awal. Kurasa kasih di rumah-Nya, ku mendekat, tak mau berpisah. Tak pernah tinggalkanku, Tuhan berkorban tanpa mengeluh.
Ku ‘kan buang yang jahat, dibersihkan. Ku ‘kan bersama-Nya selamanya, selamanya. Tanpa Tuhan, hidup sangat sukar. Aku melangkah kesakitan. Perlindungan-Nya memimpinku. Firman Tuhan kini memuaskanku”. Setiap saat aku mendengar lagu indah dan merdu ini, aku dipenuhi rasa syukur terhadap Tuhan. Tuhanlah yang telah menyelamatkanku dari jurang uang dan membuatku tidak lagi bekerja begitu mati-matian, dan aku mengucapkan selamat tinggal pada hari-hari saat aku menjual hidup demi uang ….
Perjuanganku: Lelah Secara Mental dan Fisik
Karena aku berasal dari keluarga miskin, dulu aku diejek dan diremehkan oleh teman-teman dan kerabat saat aku kecil, maka aku diam-diam membuat suatu resolusi: Setelah besar nanti, aku akan menghasilkan banyak uang, menjadi orang penting dalam hidup dan membuat orang-orang itu duduk dan memperhatikanku. Setelah dewasa, untuk mencari cara-cara menghasilkan uang, aku sering mentraktir makan malam, dan aku berteman dengan banyak orang yang tahu cara menghasilkan uang. Suatu hari teman-temanku terlalu banyak minum dan berkelahi dengan beberapa orang lain. Ketika aku berusaha melerai perkelahian itu, mataku cidera dan hasilnya, aku masuk rumah sakit. Namun pada saat itu, semua temanku menjauhiku. Hal ini membuatku sangat kecewa. Karena pengobatan itu menghabiskan banyak uang, keluargaku menjadi terbelit hutang besar, dan hal ini membuatku sangat tertekan. Karena itu aku sering tidak dapat tidur di malam hari, dan kadang-kadang aku akan terbangun di tengah malam dan pergi ke tepi sungai untuk menangis. Kejamnya kenyataan membuatku bahkan tambah merasa bahwa di dalam masyarakat yang terobsesi pada uang ini, status sosial mereka diukur dari standard jumlah uang yang dimilikinya. Maka aku memutuskan sekali lagi: aku akan sungguh-sungguh menghasilkan banyak uang dan mengubah posisiku yang rendah dalam hidup.
Kemudian aku mendengar bahwa jika aku pergi bekerja keluar negeri, aku akan menghasilkan banyak uang, namun risikonya besar. Pada saat itu aku hanya dapat berpikir tentang mencari uang, maka aku memutuskan untuk pergi keluar negeri. Suatu kali, saat aku sedang menangani kontrak dengan perusahaan pemancingan ikan asing, aku melihal suatu klausul dalam kontrak itu yang menyatakan bahwa jika orang meninggal pada saat sedang memancing, perusahaan akan membayar kompensasi sebesar 50.000 Yuan. Saat aku membaca klausul ini, hatiku menjadi kecewa. Aku berpikir: “Aku baru berumur 29 tahun. Jika aku tidak kembali, siapa yang akan memelihara istri dan anakku?” Namun kemudian aku berpikir: “Jika aku tidak pergi bekerja keluar negeri, kapan aku akan melunasi hutangku dan menjalani hidup yang kuinginkan? Aku akan mengambil risiko ini! Jika aku sungguh-sungguh tidak kembali, aku akan meninggalkan 50.000 Yuan untuk istri dan anakku maka itu akan layak.” Karena itu setelah mengatur rumahku, aku pergi keluar negeri.
Suatu hari di bulan Desember tahun 2000, aku pergi ke Argentina dan Uruguay untuk memancing di kapal penangkap ikan. Kami berlayar di lautan yang sangat ganas, rasanya seperti setiap saat kami dapat ditelan gelombang. Aku merasa sangat tertekan dan tidak berani lengah sedikit pun. Pada waktu itu, kaki seorang sesama awak kapal terjerat jaring ikan dan bersamaan dengan itu, tiba-tiba gelombang naik dan menelannya. Dalam sekejap mata, dia menghilang tepat dari depanku. Melihat hal ini aku tertegun dan menjadi sangat takut hingga aku berkeringat dingin. Aku berpikir: “Hal ini sungguh-sungguh menjual nyawaku demi uang. Aku benar-benar khawatir kecelakaan seperti itu suatu hari akan terjadi padaku. Tetapi aku tidak memiliki pilihan lain. Bagaimana pun bahayanya, aku harus melakukan pekerjaan ini. Hanya setelah aku memiliki uang baru aku mampu membela diri dan memenangkan kekaguman dan pujian orang lain.” Maka aku akhirnya merasa beruntung mendapat kesempatan ini. Aku memaksa diri untuk melakukan pekerjaan ini selama empat tahun dan akhirnya menghasilkan uang yang sangat banyak. Pada hari aku kembali ke rumah dengan selamat, aku sangat gembira dan merasa akhirnya aku dapat mengangkat kepala tinggi-tinggi. Setelah kembali, aku pertama-tama merombak rumah luar dalam, lalu aku membeli pelbagai perabot rumah tangga. Para kerabat, tetangga, dan teman-teman lama semua memandangku dengan suatu terang baru dan memujiku, dan bahkan mereka akan datang ke rumahku dan menawarkan bantuan tanpa diminta. Aku bangga terhadap diriku sendiri dan makin merasa demikian bahwa memiliki uang memang adalah suatu hal yang baik dan bahwa uang adalah segalanya. Namun aku masih belum puas dan aku masih ingin menghasilkan lebih banyak uang.
Pada bulan Maret 2008, aku bekerja di suatu pabrik karet di Korea Selatan atas saran pamanku. Bau karet sangat tajam dan sangat berbahaya terhadap kesehatanku, tetapi aku tidak peduli sama sekali selama aku menghasilkan lebih banyak uang. Kadang-kadang aku akan bekerja selama dua puluh empat jam sehari, dan bahkan saat hidungku mulai mimisan, aku masih belum mau berhenti bekerja. Melihat hal ini, bibiku berkata padaku: “Keponakanku, engkau seharusnya tidak bekerja begitu keras. Kesehatanmu lebih penting. Engkau tidak dapat menghasilkan uang jika engkau tidak sehat.” Hal yang dikatakannya benar, dan aku ingin beristirahat dari pekerjaanku. Namun jika aku mengambil satu hari libur, aku akan menghasilkan uang yang jauh lebih sedikit. Maka aku mengabaikan ide untuk beristirahat, dan aku berpikir: “Aku harus menghasilkan uang mumpung masih muda dan kuat. Ketika pulang rumah, keadaan akan menjadi lebih baik lagi dan keluargaku akan hidup lebih baik daripada semua penduduk desa lain.”
Pada tahun 2011, istri dan anakku bergabung denganku di Korea Selatan. Aku lalu berhenti bekerja di pabrik karet dan mulai bekerja di suatu pabrik yang membuat excavator shell bersama istriku. Pabrik membayar upah yang bagus dan stabil dan ada banyak pekerjaan. Istriku dan aku bekerja dari pukul 8 pagi hingga pukul 11 malam setiap harinya. Lagipula kami bekerja lembur dan kami bahkan tidak beristirahat di akhir pekan. Setelah bekerja selama satu bulan, kami menerima lebih dari 7.000.000 Won. Melihat uang di tanganku, aku sangat bahagia dan merasa semuanya sungguh layak, bagaimana pun sulit atau melelahkannya pekerjaan itu. Pada saat itu kadar gula darahku rendah dan akibatnya aku tidak mampu merasa marah, lelah, atau bahkan lapar sekalipun. Namun, karena aku begitu fokus mencari uang, aku tidak memperhatikan kesehatanku. Saat sedang bekerja, aku membawa beberapa buah permen. Pada saat aku merasakan gejala-gejala darah rendah, aku makan beberapa buah permen untuk meringankannya.
Pada bulan Maret 2014, kesehatanku memburuk. Seluruh tubuhku bagian kanan terus menerus bermandikan keringat. Setelah istriku mencari informasi di internet, dia berkata bahwa ini adalah gejala awal cerebral thrombosis dan mendesakku untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Aku tidak cukup memperhatikan hal ini. Aku tidak mempertimbangkan hal ini sebagai hal yang akan menghalangiku melakukan pekerjaanku, dan perlu uang untuk berobat ke rumah sakit. Suatu pagi ketika aku bangun, tiba-tiba kedua kakiku mati rasa. Istriku menasihatiku untuk tidak pergi bekerja, tapi pergi ke rumah sakit untuk berobat. Namun aku berpikir: “Ini hari Minggu dan aku akan dibayar dua kali lipat jika bekerja hari ini.” Jadi aku tidak mendengarkan nasihatnya dan pergi bekerja seperti biasa. Siapa sangka bahwa ketika aku sedang bekerja hari itu, kedua tangan dan kakiku makin mati rasa. Baru ketika itu aku menjadi panik, dan aku cepat-cepat minta cuti dari direktur untuk ke rumah sakit. Setelah aku cepat-cepat ke rumah sakit, aku tidak dapat merasakan apa pun pada kakiku. Seorang dokter memintaku untuk duduk di kursi roda, namun saat itu aku tidak dapat bergerak ke kursi roda tanpa bantuan. Setelah melakukan CT Scan padaku, dokter itu berkata: “Hasil menunjukkan ada penyumbatan di arterimu dan hilangnya 20% sel dari semua bagian kanan tubuhmu. Jika kami tidak segera mengobati penyakitmu, engkau akan harus duduk di kursi roda dan mungkin akan kehilangan kemampuan untk berbicara dan menulis di masa depan.” Kata-katanya memukulku seperti halilintar di siang bolong, dan aku langsung merasa tubuhku lemas…
Selama masa perawatanku di rumah sakit, aku berbaring di tempat tidur dan melihat di sekeliling bangsal dan melihat pasien-pasien lain di sana yang sedang menderita, dan aku tiba-tiba merasa sangat sedih. Aku terus bertanya-tanya dalam hati: “Aku masih muda dan baru berumur 44 tahun. Bagaimana aku berakhir dalam keadaan seperti ini? Aku telah menghabiskan setengah hidupku bekerja dengan luar biasa keras, mengira bahwa jika aku menghasilkan uang maka orang lain akan menghargai dan memujiku. Dan bahwa hidupku hanya akan menjadi makin bahagia. Aku tidak pernah berharap akan berakhir dengan setengah tubuhku lumpuh dan hanya dapat berbaring di tempat tidur. Mungkinkah bahwa aku akan menghabiskan sisa hidupku di atas kursi roda? Bagaimana aku dapat melanjutkan hidup?” Semakin aku memikirkan hal ini, semakin aku merasa buruk. Aku sungguh-sungguh menyesal telah menghancurkan tubuhku hanya demi uang sehingga aku dapat menonjol di antara kerumunan. Hal yang lebih mengecewakan adalah bahwa selama masa perawatanku di rumah sakit, bibi dan sepupuku, yang juga bekerja di Korea Selatan, datang mengunjungiku namun kemudian buru-buru pergi setelah mengatakan beberapa patah kata hiburan dan meninggalkan sedikit uang. Bahkan kakak perempuan tertuaku, anggota keluarga yang aku merasa paling dekat, mengatakan dia tidak dapat merawatku dengan dalih sibuk bekerja. Aku tidak dapat melakukan apa pun selain menghela napas atas ketidakpedulian keluargaku dan aku berpikir: “Menyedihkan bahwa uang dapat membuat orang menjadi kejam dan mereka bahkan tidak mau peduli terhadap anggota keluarga sendiri!”
Beberapa hari kemudian kesehatanku mulai semakin membaik. Dokter memberitahu bahwa aku dapat keluar rumah sakit dan memulihkan diri di rumah dan bahwa aku tidak boleh melakukan pekerjaan berat. Ketika aku sedang memulihkan diri di rumah, aku merasa seakan-akan aku telah sekaligus kehilangan tujuan hidup dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setiap hari. Selama waktu itu, aku terus bertanya sendiri: “Aku memiliki uang, setiap orang yang mengenalku memandangku dengan suatu terang baru dan istri serta anakku ada di sisiku. Jadi mengapa aku merasa kosong tanpa tujuan hidup lagi? Untuk apa orang hidup di dunia ini? Mungkinkah mencari uang adalah satu-satunya tujuan hidupku? Mungkinkah aku akan menghabiskan sisa hidupku seperti ini, bergerak tanpa tujuan apa pun?” Aku memiliki pertanyaan yang tidak terhitung banyaknya dalam hati, namun tidak ada seorang pun yang dapat memberiku jawabannya. Setelah beberapa waktu, keadaanku sedikit membaik. Aku merasa sangat bosan di rumah hingga aku menyeret tubuhku yang masih dalam masa pemulihan untuk bekerja.
Kasih Tuhan: Masa Sulit Berlalu dan Masa yang Baik Baru Saja Mulai
Pada bulan Oktober 2016, kakak perempuan tertuaku nomor dua membawa seorang saudari dari gerejanya yang bernama Yang ke rumahku, dan mereka bersaksi tentang pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa di zaman akhir bagiku dan istriku. Lewat persekutuan mereka, aku memahami bahwa Tuhan adalah Penguasa dari segala sesuatu dan Dia menciptakan segalanya, bahwa nasib kita semuanya ada di tangan-Nya dan bahwa sejak Tuhan menciptakan umat manusia, Dia telah memimpin dan menyediakan bagi kita dan juga menjaga dan melindungi kita semua. Namun ada sesuatu yang masih tidak aku pahami: Tuhan menentukan dan mengendalikan nasib kita, memelihara dan melindungi kita, dan kita seharusnya bahagia dan gembira – lalu mengapa kita masih menderita penyakit dan kesakitan? Dari mana asal penderitaan ini? Oleh sebab itu, aku berbicara pada mereka tentang kebingunganku. Saudari Yang menunjukkan padaku bagian dari firman Tuhan ini: “Dari mana asalnya rasa sakit melahirkan, kematian, penyakit, dan usia tua yang muncul di sepanjang hidup manusia? Karena apa manusia pertama-tama mengalami hal-hal tersebut? Manusia tidak mengalami hal-hal itu ketika mereka pertama kali diciptakan, bukan? Jadi dari mana datangnya semua itu? Semuanya ini datang setelah manusia dirusak oleh Iblis dan daging mereka merosot, yaitu rasa sakit daging, masalah, kehampaan daging, dan kesengsaraan dunia yang ekstrem. Setelah Iblis merusak manusia, manusia lalu menjadi semakin merosot, penyakit manusia semakin parah, dan penderitaan mereka menjadi semakin lama semakin berat. Manusia merasa semakin lama semakin merasakan kekosongan, tragedi dan tidak mampu untuk terus hidup dalam dunia, dan mereka merasa semakin lama semakin kehilangan harapan untuk dunia. Jadi penderitaan ini dibawa oleh Iblis kepada manusia dan hal ini terjadi hanya setelah manusia dirusak Iblis dan daging manusia menjadi merosot” .
Saudari itu lalu bersekutu denganku mengatakan: “Pada awalnya Tuhan menciptakan Adam dan Hawa lalu menempatkan mereka di Taman Eden. Mereka mendengarkan firman Tuhan, mematuhi dan menyembah Tuhan, dan ada dalam pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, mereka menjalani hidup yang riang dan bahagia, tanpa penyakit, kecemasan atau tekanan. Kemudian mereka mendengar perkataan Iblis dan mengkhianati Tuhan saat mereka diseret dan dirusak Iblis. Sejak saat itu umat manusia kehilangan pemeliharaan, perlindungan dan berkat Tuhan, dan mulai hidup di bawah pengaruh Iblis. Kemudian Iblis mulai merusak dan mencelakakan manusia dan segala macam penyakit dan kesakitan menimpa manusia. Beberapa ribu tahun kemudian Iblis menggunakan hal-hal seperti pendidikan sekolah, indoktrinasi orang tua, pengaruh selebritis dan orang-orang besar, dan segala kecenderungan jahat untuk menanam paksa ide-ide dan pandangan-pandangan seperti ‘Nasib seseorang ada di tangannya sendiri,’ ‘Menonjol dari kerumunan dan melebihi orang lain’, ‘Aku adalah tuhanku sendiri di seluruh surga dan bumi,’ ‘Setiap orang mengurus dirinya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain,’ dan ‘Manusia akan melakukan apa saja agar menjadi kaya.’ Kita hidup dengan ide-ide dan pandangan-pandangan ini ini, dan kita semua menyangkal keberadaan dan kedaulatan Tuhan. Watak kita menjadi makin congkak dan sombong, egois dan hina, serong dan licik, serta jahat dan tamak. Untuk mendapatkan uang, reputasi, status dan kenikmatan, dan untuk mencapai tujuan-tujuan kita sendiri, kita saling mencurangi dan bertengkar satu sama lain, tanpa malu-malu saling menjilat, bertindak sebagai orang yang selalu menurut, melakukan tipu daya terhadap satu sama lain dan saling memperdaya, sedemikian rupa hingga kita bahkan menggunakan cara-cara hina…. Dengan cara ini kita hidup berfokus pada untung dan rugi, berjaga-jaga ketat dan hitung-hitungan, dan kita merasa lelah secara fisik maupun mental dan dalam kesakitan yang tidak tertahankan. Maka ikutlah segala penyakit, kesakitan dan perasaan kosong dalam roh kita. Dari waktu ke waktu kita perlahan-lahan merasa seperti tidak punya arah atau tujuan dalam hidup, kita tidak tahu apa makna atau nilai hidup manusia, dan beberapa orang mulai menuruti kedagingan mereka dan fokus pada makan, minum dan bersenang-senang. Dalam pengejaran mereka terhadap rangsangan, mereka menggunakan obat-obatan, namun setelah merasakan kenikmatan sesaat, mereka merasa kosong lagi, dan bahkan beberapa orang memilih bunuh diri untuk mengakhiri kesakitan mereka…Inilah konsekuensi dari Iblis merusak manusia sehingga kita menyangkal Tuhan dan menjauhkan diri dari Tuhan”
Setelah mendengar persekutuan Saudari ini, aku akhirnya memahami alasan mengapa kita mengalami penyakit dan kesakitan karena kita telah dirusak oleh Iblis. Jika kita mendengar firman Tuhan dan mematuhi Tuhan seperti yang pertama telah dilakukan oleh Adam dan Hawa, kita akan hidup bahagia di bawah pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Firman Tuhan menyelesaikan kebingunganku selama bertahun-tahun dan aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena memilihku. Setelah itu istriku dan aku dengan gembira menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa.
Kemudian istriku dan aku bergabung dalam hidup gereja dan kami sering membaca firman Tuhan bersama. Makin banyak aku membaca firman Tuhan, makin banyak terang mengisi hatiku, dan aku mulai memahami sedikit tentang pelbagai misteri kebenaran, seperti rencana pengelolaan enam ribu tahun Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia, bagaimana Iblis merusak umat manusia, tujuan akhir dan tempat tujuan umat manusia dan apa yang harus dikejar manusia dalam hidup. Disirami dan disediakan oleh firman Tuhan, aku sampai pada pemahaman bahwa Tuhan menciptakan umat manusia dengan harapan bahwa kita akan datang ke hadapan-Nya dan mengindahkan firman-Nya, dan mempercayakan masa depan dan nasib kita dalam tangan-Nya, dan tunduk terhadap kedaulatan dan pengaturan-Nya. Terlebih lagi firman yang Tuhan nyatakan di akhir zaman ini mengungkapkan semua rencana licik Iblis, dan dengan memahami kebenaran kita mampu untuk melihat apa yang salah dengan ide dan pandangan jahat secara jelas. Hanya dengan cara ini kita dapat berhenti bergantung pada ide-ide ini untuk hidup, kita dapat membebaskan diri secara penuh dari kendali dan ikatan Iblis, dan kita dapat hidup terbebas dan bebas di hadapan Tuhan. Secara bertahap dari waktu ke waktu, saat aku menghadiri lebih banyak pertemuan, aku mulai memahami lebih banyak kebenaran dan perasaan kosong dan susah dalam hatiku tanpa sadar lenyap. Di dasar hatiku, aku merasa sukacita yang tidak dapat dilukiskan dan aku tahu ini adalah berkat Tuhan.
Dalam suatu pertemuan, aku membaca firman Tuhan: “‘Uang membuat dunia berputar’ adalah filsafat Iblis, dan filsafat ini berlaku di tengah seluruh umat manusia, di tengah setiap masyarakat manusia. Engkau dapat mengatakan bahwa itu adalah sebuah tren karena pepatah tersebut sudah ditanamkan ke dalam hati setiap orang dan kini melekat dalam hati mereka. Pada mulanya orang tidak menerima pepatah ini, lalu menjadi terbiasa dengannya sehingga ketika mereka berhubungan dengan kehidupan nyata, mereka secara bertahap menerima filsafat ini secara diam-diam, mengakui keberadaannya dan akhirnya, mereka sendiri menyetujuinya. Bukankah ini proses dari Iblis yang merusak manusia? … Tidakkah engkau semua merasa bahwa engkau tidak dapat bertahan hidup di dunia ini tanpa uang, bahwa bahkan suatu hari akan mustahil? Status orang didasarkan pada berapa banyak uang yang mereka miliki dan begitu pula kehormatan mereka. Punggung orang miskin membungkuk malu, sementara orang kaya menikmati status tinggi mereka. Mereka berdiri tegak dan bangga, berbicara keras-keras dan hidup dengan sombong. Apa yang ditimbulkan oleh pepatah dan tren ini terhadap manusia? Bukankah banyak orang akan melakukan apa pun demi mendapatkan uang? Bukankah banyak orang mengorbankan martabat dan kejujuran mereka demi mendapatkan lebih banyak uang? Bukankah lebih banyak lagi orang kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugas mereka dan mengikuti Tuhan demi uang? Bukankah ini kerugian bagi manusia? (Ya.) Bukankah Iblis itu jahat, menggunakan cara dan pepatah ini untuk merusak manusia sampai tingkat tertentu? Bukankah ini tipuan yang jahat? Ketika engkau berubah dari keberatan dengan pepatah populer ini hingga akhirnya menerimanya sebagai kebenaran, hatimu sepenuhnya jatuh ke dalam cengkeraman Iblis, dan karena itu tanpa disadari engkau mulai hidup dengan pepatah itu” .
Memandang diriku dalam terang firman Tuhan, aku akhirnya memahami bahwa alasan aku hidup dalam kesakitan seperti itu karena aku sedang dipermainkan dan dilukai oleh Iblis. Aku telah hidup dalam aksioma hidup seperti “Uang nomor satu,” “Uang membuat dunia berputar,” “Manusia akan melakukan segalanya untuk menjadi kaya,” yang telah ditanamkan dalam diriku oleh Iblis, percaya bahwa dengan memiliki uang aku dapat menonjol dan bangga dan menjadi orang yang benar, dan bahwa aku akan dihargai oleh orang lain dan hidup sebagai orang penting. Dengan demikian untuk menghasilkan lebih banyak uang, aku telah melakukan pekerjaan apa saja, bagaimana pun berbahaya atau melelahkannya, aku telah mengabaikan kesehatanku sendiri dan bahkan telah bekerja lembur sepanjang malam, layaknya sebuah mesin, mempertaruhkan nyawaku tanpa perlu demi menghasilkan uang. Dapat dikatakan bahwa aku telah menjual nyawaku demi uang. Lalu apa hasilnya? Aku mendapat uang, penghargaan dan pujian dari orang lain, namun tubuhku hancur. Baru setelah penyakit menimpaku aku melihat bahwa uang, reputasi dan status tidak berguna untuk meringankan kesakitanku, hal-hal itu juga lebih tidak dapat membuatku menjalani hidup yang penuh, bahagia dan sukacita. Sebaliknya hal-hal tersebut membuatku hidup dalam keadaan kosong dan bingung, tidak tahu apa yang dikejar dalam hidup atau apa makna hidup ini, dulu aku seperti mayat hidup, dalam pergolakan dan kesakitan setiap hari. Aku melihat jalan hidup yang telah kuikuti sejauh ini sangat menyedihkan dan menyakitkan, dan bahwa itu sebagai akibat telah dirusak dan dilukai oleh Iblis. Jika bukan karena penyelamatan Tuhan, aku pasti masih hidup dilukai dan dibinasakan oleh Iblis, sibuk dan hidup demi uang, menjadi budak uang dan status, menghancurkan tubuhku dengan nyawaku sebagai bayarannya dan secara kejam dilukai oleh Iblis sampai hari aku mati. “Sekarang,” kupikir,” Akhirnya aku tahu bahwa uang, ketenaran dan kekayaan merupakan cara-cara yang dipakai Iblis untuk merusak dan melukai manusia, dan dalam hal-hal tersebut tersembunyi rencana jahat Iblis dan niat jahatnya untuk merusak dan memangsa manusia.” Tepat pada saat itu, aku sampai pada penegasan tentang cara-cara Iblis melukai dan merusak manusia, dan aku menjadi berkehendak untuk tunduk terhadap kedaultatan Tuhan, dan tidak mau lagi meneruskan pengejaran putus asaku akan uang, ketenaran dan kekayaan.
Perubahan: Menjalani Hidup Baru
Sejak saat itu, aku tidak lagi memusatkan seluruh pikiranku terhadap mencari uang, malah kapan pun ada waktu, aku akan membaca firman Tuhan, menghadiri pertemuan-pertemuan dan persekutuan tentang firman Tuhan bersama saudara-saudariku. Namun aku sangat lelah karena bekerja seharian, jadi aku selalu merasa ngantuk ketika menghadiri pertemuan-pertemuan dan membaca firman Tuhan. Hal ini membuatku merasa agak cemas. Khususnya ketika mendengar saudara-saudariku berbagi dalam pertemuan tentang hasil yang mereka peroleh saat melakukan tugas-tugas mereka, aku merasa cemas dan iri. Aku merasa bahwa cara kupercaya pada Tuhan belum cukup baik dan akan menunda pertumbuhan hidupku. Suatu kali ketika aku sedang mengamalkan devosi spriritual, aku membaca firman Tuhan: “Waktu tidak menunggu siapa pun! Engkau hanya akan mendapatkan manfaat dari kepercayaan kepada Tuhan jika engkau memperlakukannya sebagai hal terbesar dalam hidupmu, lebih penting daripada makanan, pakaian, atau apa pun!“. Setelah aku membaca firman Tuhan, aku mengerti bahwa percaya kepada Tuhan bukan hanya tentang mengakui secara verbal bahwa ada Tuhan dan menghadiri pertemuan-pertemuan. Tepatnya hal ini tentang fokus dalam berusaha untuk merenungkan firman Tuhan, untuk mengejar kebenaran, untuk melaksanakan tugas seseorang di gereja, untuk mengamalkan dan mengalami lebih banyak firman Tuhan, untuk berusaha mengenal Tuhan sebaik mengenal diri sendiri, untuk semakin memahami firman Tuhan dan memahami kehendak dan tuntutan Tuhan terhadap manusia. Hanya orang yang melakukan hal ini merupakan orang yang percaya dan mengikuti Tuhan. Aku memikirkan betapa aku belum percaya kepada Tuhan begitu lama, dan bahwa aku sibuk dengan pekerjaanku, dan bahwa aku tidak memiliki banyak waktu untuk menghadiri pertemuan-pertemuan atau membaca firman Tuhan, maka aku memiliki lebih sedikit kesempatan untuk mengalami pekerjaan Tuhan. Jika aku tidak mengejar kebenaran dengan lebih bersemangat, bagaimana mungkin aku dapat memahami lebih banyak kebenaran dan memperoleh keselamatan Tuhan? “Hal ini tidak akan berhasil,” kupikir, “Aku harus mengejar kebenaran dengan sungguh-sungguh dan menyempatkan lebih banyak waktu untuk mempersenjatai diri dengan kebenaran, dan untuk mengamalkan firman Tuhan.”
Kemudian, aku membahas masalah ini dengan istriku. Aku berencana untuk mencari pekerjaan nyaman sehingga aku akan memiliki banyak waktu luang. Aku tidak pernah membayangkan sedetik pun bahwa ketika aku memberitahu direkturku bahwa aku ingin mengundurkan diri dari pekerjaanku, dia tidak menyetujuinya. Dia berkata,” Sepanjang engkau tidak keluar, aku akan melakukan yang terbaik untuk memuaskan tuntutan apa pun yang engkau punya.” Aku menjawab: “Aku tidak mau bekerja lembur dan aku ingin dapat beristirahat di akhir pekan.” Aku tidak pernah membayangkan bahwa dia akan menyetujui semua persyaratan ini dengan begitu gampang. Sejak saat itu aku punya lebih banyak waktu untuk menghadiri pertemuan-pertemuan dan membaca firman Tuhan. Suatu hari, aku membaca firman Tuhan berikut ini: “Ketika seseorang tidak punya Tuhan, saat seseorang tidak bisa melihat-Nya, saat mereka tidak mengakui kedaulatan Tuhan, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, penuh kesusahan. Di mana pun seseorang, apa pun pekerjaannya, cara hidupnya dan pengejaran tujuan hidupnya tidak akan menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan tanpa ujung, sehingga ia tidak mampu melihat ke belakang. Hanya ketika seseorang menerima kedaulatan Sang Pencipta, tunduk kepada pengaturan dan penataan-Nya, dan mencari kehidupan manusia yang sejati, barulah ia akan berangsur-angsur terbebas dari segala sakit hati dan penderitaan, menyingkirkan segala kekosongan dalam hidup“.
Ketika aku merenungkan firman Tuhan, aku tidak dapat tidak memilikirkan tahun-tahun yang telah kulewati dengan menjual hidupku demi uang. Karena aku belum mengenal kedaulatan Tuhan dan telah hidup dengan aksioma hidup Iblis, aku telah mengejar uang, reputasi dan status secara membabi buta, dan aku telah merasa begitu sedih dan menyakitkan, dan belum pernah menemukan kebahagiaan apa pun. Aku juga menjadi sungguh-sungguh menghargai bahwa harta adalah hal materi di luar diri kita sendiri dan bahwa saat penyakit datang menyapa, betapa pun banyak uang yang kita miliki, itu tidak akan dapat menyelamatkan nyawa kita, juga tidak akan dapat mengurangi rasa sakit sedikit pun. Iblis menggunakan uang, ketenaran dan kekayaan untuk menggoda kita, untuk mengikat hati kita yang tamak, untuk membuat kita tidak mampu tunduk terhadap kedaulatan Tuhan dan dengan keras kepala menentang Tuhan dan menghindari pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, dan kita dikendalikan, dilukai dan diinjak-injak oleh Iblis. Sekarang aku tidak mau lagi melawan nasibku, juga tidak mau lagi terus menjual hidupku demi uang—yang bukan merupakan hidup sejati. Hanya dengan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan, hidup untuk memuaskan Tuhan dan melakukan tugas seorang makhluk ciptaan untuk bersaksi bagi Tuhan kita dapat sungguh—sungguh menghilangkan kekosongan dan kepedihan dari hidup kita sendiri, dan menjalani hidup yang penuh nilai dan makna!
Untuk membalas kasih Tuhan, istriku dan aku bergabung dengan orang-orang yang mewartakan Injil. Sekarang aku mewartakan Injil dan bersaksi untuk Tuhan bersama dengan saudara-saudariku setiap hari. Aku menjalani hidup yang sangat diperkaya, dan aku merasa sangat damai dan sukacita dalam hatiku. Seluruh rohku telah dibawa kepada pandangan yang sama sekali baru. Semua orang yang mengenalku berkata bahwa aku tampak lebih muda, dan aku tahu bahwa hal ini adalah berkat Tuhan bagiku. Puji Tuhan untuk penyelamatan-Nya yang memampukan aku untuk benar-benar lepas dari belenggu dan bahaya Iblis dan menjalani hidup yang bahagia.
Rekomendasi:
Kesaksian Kristen - Pencobaan dan penderitaan memberikan keyakinan pada Tuhan
Rekomendasi:
Kesaksian Kristen - Pencobaan dan penderitaan memberikan keyakinan pada Tuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar