9/30/2019

Perlindungan Tuhan: Kesaksian Tentang Ajaibnya Keselamatan Hidup Cucu Saya yang Berusia Enam Tahun

Kasih Tuhan, Otoritas Tuhan, Menyaksikan Tuhan,

Oleh Wangyi, Tiongkok
“Halo? Apakah ini Bibi? Cepatlah datang ke Rumah Sakit Cabang. Cucu Anda tertabrak truk besar dan dalam kondisi kritis. Dia sedang dirawat sekarang! Cepatlah!”
Panggilan telepon mendesak ini datang menjelang petang pada 15 Desember 2011, sekarang sudah hampir tujuh tahun yang lalu. Setiap kali memikirkan kecelakaan lalu lintas yang dialami cucu laki-laki kecil saya itu, saya masih merasakan ketakutan yang menghantui …

Tujuh Tahun Sebelumnya …

Setelah menutup telepon hari itu, sekujur tubuh saya gemetar dan seketika saya mulai menangis. Saya merasa seperti ada sebilah pisau dihunjamkan ke jantung saya, dan rasanya hampir tak tertahankan. Untungnya, cucu laki-laki saya yang lebih besar ada di sana untuk memeluk saya, kalau tidak, saya akan pingsan.
Saat bergegas ke rumah sakit, saya tidak bisa berhenti membayangkan cucu saya tergeletak bersimbah darah, dan saya berpikir: “Cucuku baru enam tahun. Bisakah dia selamat setelah tertabrak truk besar? Jika ada yang tidak beres, apa yang akan akukatakan kepada putra dan menantuku?”
Persis saat saya merasa sangat pilu, cucu laki-laki saya yang lebih besar tiba-tiba berkata kepada saya dengan sungguh-sungguh: “Nenek, jangan menangis. Mari kita berdoa kepada Tuhan dan memercayakan adikku ke tangan-Nya, dan memohon Dia agar melindunginya.” Perkataan cucu saya yang lebih besar itu menjadi pengingat bagi saya. Ya, Tuhan adalah sumber kehidupan kita dan nasib kita semua ada di tangan-Nya. Saya harus menyerahkan nyawa cucu kecil saya kepada Tuhan. Memikirkan hal ini, saya memanjatkan doa untuk menyerahkan cucu saya kepada Tuhan, dan hati saya menjadi agak lebih tenang.

Penantian Menggelisahkan di Luar Ruang Gawat Darurat

Pada pukul 9 malam itu, saya dan keluarga saya bergegas ke rumah sakit. Dokter memberi tahu bahwa jantung cucu saya berfungsi normal, dan dia akan memberi tahu saya jika ada kabar lebih lanjut. Dia meminta kami untuk bersabar menunggu di luar ruang gawat darurat.
Waktu merangkak perlahan-lahan, detik demi detik, menit demi menit, dan di luar hujan mulai turun perlahan-lahan, titik-titik air hujan bercucuran. Pada saat itu, suami saya sangat cemas sampai tidak bisa menahan air mata. Melihat dia seperti itu membuat saya pedih dan saya pun mulai terisak. Namun kemudian saya tiba-tiba teringat bahwa saya seorang Kristen, dan segera berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhan! Cucuku mengalami kecelakaan lalu lintas dan sekarang aku sangat pedih dan merasa tak berdaya. Aku tidak tahu bagaimana cara melewatinya, dan aku memohon kepada-Mu agar menuntun dan membimbingku.”
Setelah berdoa, saya memikirkan firman Tuhan: “Nasib manusia dikendalikan oleh tangan Tuhan. Engkau tidak mampu mengendalikan dirimu sendiri. … Jika engkau dapat mengetahui prospekmu sendiri, jika engkau dapat mengendalikan nasibmu sendiri, apakah engkau masih menjadi makhluk?” Ya, Tuhan menciptakan segala sesuatu dan Dia menciptakan umat manusia. Nasib segala sesuatu, nasib manusia, serta kehidupan, kematian, penyakit, usia tua, nasib baik, dan kesehatan yang prima semuanya sudah ditetapkan sejak semula dan Tuhan yang berkuasa atasnya, tidak ada manusia yang dapat mengendalikan atau mengubahnya. Cucu kecil saya dirawat di ruang gawat darurat dan saya tidak dapat memprediksi atau mengubah perkembangan keadaannya. Semua ini berada di bawah kendali Tuhan, dan saat ini yang bisa saya lakukan hanyalah menyerahkan cucu saya ke tangan Tuhan. Memikirkan ini, hati saya yang gelisah sekali lagi menjadi tenang.

Bagaimana Cucu Saya Tertabrak

Beberapa jam kemudian, di tengah derai air matanya, suami saya menceritakan kepada saya bagaimana cucu kami bisa mengalami kecelakaan lalu lintas …
Saat itu, suami saya sedang berjalan-jalan sambil menggandeng tangan cucu kami, ketika tiba-tiba dia terlepas dari genggaman tangan kakeknya dan langsung berlari ke tengah jalan. Sebuah kendaraan barang berat beroda dua belas kebetulan melaju lewat dan cucu saya terlempar setinggi lebih dari sepuluh meter. Wajah, mulut, dan hidung kecilnya berlumuran darah, dan pakaiannya yang berlapis katun semuanya bermandikan darah. Salah satu sepatu bot Wellington kecilnya juga bersimbah darah. Mendengar ini, saya merasa sedih sekali, air mata saya bercucuran seperti kalung mutiara yang putus. Saya tidak pernah menyadari bahwa cucu saya telah tertabrak separah itu—apakah dia terancam kehilangan nyawanya? Dia masih sangat kecil …
Di tengah rasa pedih saya, firman Tuhan muncul untuk mencerahkan saya sekali lagi: “Siapakah dari seluruh umat manusia yang tidak diperhatikan Yang Mahakuasa? Siapakah yang tidak hidup menurut apa yang telah ditetapkan sejak semula oleh Yang Mahakuasa? Siapakah yang kelahiran dan kematiannya terjadi karena pilihan mereka sendiri? Apakah manusia mengendalikan nasibnya sendiri?” Firman Tuhan ini membuat saya malu pada diri sendiri; saya benar-benar memiliki iman sekecil itu kepada Tuhan. Semua orang dari seluruh lapisan masyarakat, orang beriman dan orang tidak beriman, dari presiden hingga rakyat jelata, setiap orang ada di tangan Tuhan. Berapa lama cucu laki-laki saya akan hidup juga sudah ditentukan sejak semula oleh Tuhan, dan jika dia cukup beruntung untuk melewati saat ini, itu akan menunjukkan bahwa waktunya belum tiba, dan saya harus bersyukur kepada Tuhan atas perlindungan-Nya. Tetapi jika dia tidak beruntung kali ini, saya harus taat begitu saja. Mengalami kesadaran ini, saya menundukkan kepala dan berdoa dalam hati kepada Tuhan: “Ya Tuhan! Aku memiliki iman sekecil itu kepada-Mu, dan aku ingin menyerahkan cucuku ke tangan-Mu lagi. Entah dia bangun atau tidak, aku bersedia tunduk pada kedaulatan-Mu.” Setelah berdoa seperti itu, hati saya dipenuhi dengan iman kepada Tuhan dan saya merasa sangat nyaman.

Keajaiban Terjadi

Keesokan harinya, cucu saya masih belum bangun. Suami saya membisu dan tidak makan apa-apa sepanjang hari, lalu dia berkata kepada saya sambil menangis: “Jika cucu kita tidak bangun, kita harus terjun dari atas gedung ini dan ikut mati bersamanya.” Mendengar dia mengatakan ini, saya merasa sangat pedih. Kemudian saya memikirkan firman Tuhan: “Aku adalah menara yang kuat bagi kamu sekalian, Aku adalah tempat perlindungan kamu sekalian, Aku adalah pendukung kamu sekalian, dan terlebih lagi Aku adalah Tuhan kamu sekalian Yang Mahakuasa, dan Aku adalah segalanya bagi kamu sekalian! Segalanya ada dalam tangan-Ku….” Firman Tuhan ini memberi saya iman—Tuhan adalah menara yang teguh, pertolongan, penopang saya, dan dengan cucu saya di tangan-Nya, tidak ada yang perlu saya takutkan. Memikirkan hal ini, saya berusaha keras untuk menghibur suami saya, dengan mengatakan: “Jangan bertindak bodoh. Apakah terjun dari atas gedung akan menyelamatkan cucu kita? Apakah dia hidup atau mati, semua ada di tangan Tuhan. Tenangkan hatimu dan tunduklah pada pengaturan dan penyelenggaraan Tuhan. ” Setelah mendengar saya mengatakan ini, suami saya tidak mengatakan apa-apa lagi.
Pada hari ketiga, cucu kecil saya secara ajaib terbangun! Kami sangat bahagia, semua tersenyum sambil berurai air mata dan terus bersyukur kepada Tuhan dalam hati kami! Dokter ingin menguji seberapa jelas kesadaran cucu kami, dan menunjuk ke arah saya dan suami saya, dia bertanya kepadanya: “Siapakah kedua orang ini?” Cucu kami memandang kami dan, sambil mengedipkan matanya, dia berkata dengan suara yang jelas: “Itu nenekku dan itu kakekku.” Mendengar dia berbicara dengan jelas, semua orang yang hadir tertawa bahagia, dan dokter berkata kepada saya dengan takjub: “Ya, cucu Anda benar-benar anak yang sangat beruntung! Dia tertabrak sangat parah sehingga baru bangun setelah tiga hari dan pikirannya sejernih ini, ajaib! Benar-benar ajaib!” Saya terus menganggukkan kepala, dan saya tidak bisa menahan tangis syukur saya.
Pada hari ketujuh sejak kecelakaan itu, cucu saya keluar dari unit perawatan intensif. Dokter berkata kepada kami: “Sejujurnya, cucu Anda benar-benar beruntung sekali. Orang lain, dalam kondisi yang tidak separah dia baru bisa keluar dari perawatan intensif setelah sepuluh hari. Cucu Anda baru berusia enam tahun dan terluka parah, bisa keluar dari perawatan intensif setelah baru tujuh hari, itu menunjukkan bahwa dia membaik dengan cepat sekali! Saya tidak pernah berpikir saya akan melihatnya.” Orang lain di sekitar juga berkata: “Ini berkat Tuhan! ” Dan saya berkata: “Ya, ini memang berkat Tuhan!”

Cucu Saya Pulang dari Rumah Sakit

Pada hari dia keluar dari rumah sakit, cucu lelaki saya melambai kepada perawat dan dengan bercanda berkata: “Sampai jumpa, Bibi! Saya tidak akan kembali lagi ke sini.” Melihatnya begitu ceria setelah tertabrak truk dengan parah, tanpa ada jejak pernah mengalami kecelakaan, saya benar-benar bersyukur kepada Tuhan!
Setelah kami tiba di rumah, tetangga saya melihat bahwa cucu saya telah keluar dari rumah sakit begitu cepat, dan satu demi satu mereka bertanya kepada saya: “Imanmu kepada Tuhan benar-benar terbayar. Sudah ada tiga orang tewas di tempat cucumu tertabrak. Saya pikir, jika bukan karena perlindungan Tuhan, siapa yang tahu apakah cucumu akan selamat atau tidak!” Dan beberapa orang berkata: “Cucumu sangat beruntung! Kamu benar-benar harus bersyukur kepada Tuhan!” Mendengar mereka mengatakan hal-hal ini, saya mengangguk, dan dalam hati saya terus bersyukur kepada Tuhan!
Setelah mengalami peristiwa ini, saya memiliki pengetahuan tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, dan iman saya kepada Tuhan meningkat pesat. Sekarang, dengan Tuhan sebagai penolong saya, saya merasa sangat nyaman dan damai. Selama sisa hidup saya, saya hanya ingin melakukan sebanyak mungkin untuk membalas kasih Tuhan!

Sumber Artikel dari "Belajar Alkitab"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan