12/18/2019

Kesaksian Kehidupan: Bagaimana Saya Menerapkan Integritas dalam Bisnis

Menyaksikan Tuhan, Kasih Tuhan, kehendak Tuhan,
“Hei Wang, tidak heran kamu hampir tidak menghasilkan uang dalam bisnismu! Baru saja engkau bekerja sangat keras untuk memperbaiki skuter itu tetapi engkau hanya mengenakan sedikit ongkos bagi tenaga kerjamu. Jika itu aku, aku akan menggantinya dengan suku cadang baru saja agar tidak repot dan bisa menghasilkan uang lebih banyak.”
“Itu benar—aku tidak mengkritikmu, hanya saja engkau terlalu keras kepala. Seperti yang mereka katakan, ‘Seorang pria tanpa penghasilan kedua tidak akan pernah menjadi kaya, seperti kuda yang kekurangan jerami di malam hari tidak akan bertambah bobotnya,’ dan ‘Tidak penting apakah seekor kucing berwarna putih atau hitam selama ia menangkap tikus.’ Jika engkau ingin menghasilkan uang dalam bisnis, engkau harus berpikir fleksibel. Dengan hanya mengandalkan keterampilan dan niat baik, engkau tidak akan menghasilkan uang. Masyarakat kita berputar di sekitar uang sekarang—uang berbicara, dan tanpa uang tidak ada yang akan memberimu waktu.”
Hari sudah larut malam dan suasana tenang, dan aku berbaring di tempat tidur sambil berguling ke kanan dan ke kiri, tidak bisa tidur. Apa yang dikatakan oleh para pemilik toko lain terus berputar dalam benakku. Aku benar-benar sibuk sejak aku membuka toko kendaraan listrikku dengan melakukan penjualan dan perbaikan. Aku berpikir bahwa dengan keterampilan dan etika bisnis yang baik, aku pasti akan menghasilkan uang. Tetapi yang mengejutkanku, uang yang aku peroleh hanya cukup untuk menghidupi keluargaku sementara semua orang di bisnis yang sama dapat membangun rumah baru dan membeli mobil baru. Aku adalah satu-satunya yang terjebak di tingkat yang sama. Aku berpikir, “Ternyata mereka benar. Jika aku tidak memainkan beberapa trik, aku tidak akan pernah menghasilkan lebih banyak uang. Sepertinya aku harus mengikuti perkembangan zaman ….”

Aku Memutuskan untuk Mengikuti Arus Demi Menghasilkan Uang

Suatu hari seorang pelanggan datang dengan sepeda motor yang perlu diperbaiki. Aku melihat bahwa masalahnya adalah karburator yang bocor, tetapi tepat ketika aku melepas karburator tersebut dan akan memperbaikinya, aku memikirkan apa yang orang-orang katakan kepadaku tentang menggantinya dengan yang baru saja. Aku mulai bergerak sedikit lebih lambat dan merasa benar-benar gugup, bertanya pada diri sendiri, “Memperbaiki atau menggantinya?” Jika aku memperbaikinya aku hanya bisa mengenakan 10 yuan sebagai ongkos kerja, tetapi jika aku menggantinya dengan yang baru, aku akan memperoleh beberapa kali lipat dari jumlah tersebut. Tetapi bagaimana jika pelanggan mengetahui hal ini? Sangat tidak mungkin—inilah yang dilakukan orang lain dan mereka tidak pernah memiliki masalah, dan jika aku terus menjalankan bisnis dengan cara ini, kapan aku akan memperoleh uang yang banyak? Aku pikir aku akan mengikuti saran para pemilik toko lain kali ini. Dengan mengatasi rasa takut di hatiku, aku berpura-pura tenang dan berkata kepada pelanggan, “Pak, karburatormu rusak. Aku perlu menggantinya.” Dia setuju. Begitu dia pergi, aku merasakan kegelisahan yang tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Bukankah yang kulakukan itu menipu orang? Tetapi aku melihat uang seratus yuan itu di tanganku, dan aku berpikir bahwa semua orang melakukannya saat ini, dan jika aku tidak mengikuti tren, aku tidak akan pernah bisa membangun kekayaan keluarga. Aku merasa tidak punya pilihan selain terus berbuat seperti itu.
Suatu kali seorang pelanggan ingin membeli skuter bermerek, dan meskipun itu adalah merek yang bagus, labaku 500 atau 600 yuan lebih sedikit dibandingkan dengan laba dari model dengan merek di bawahnya. Aku berusaha keras untuk merekomendasikan salah satu dari merek yang kurang bagus agar aku bisa memperoleh laba yang lebih besar. “Jika engkau menaruh aki yang lebih besar pada yang ini, dia akan bisa melaju lebih dari 100 kilometer. Harganya lebih murah dan tahan lama—jadi engkau akan memperoleh dua keuntungan sekaligus.” Pelanggan tidak tahu mana yang lebih baik dan akhirnya tertipu untuk membeli skuter bermerek kurang baik yang kusarankan. Setelah dia pergi aku merasa sedikit bersalah, namun kemudian aku berubah pikiran, berpikir bahwa bahkan jika aku tidak membohonginya, toko mana pun yang dia kunjungi akan melakukan hal yang sama. Aku tidak merasa begitu bersalah. Jadi, lambat laun aku merasa nyaman melakukan hal-hal seperti itu dan belajar cara menilai orang, cara berbohong, dan perlahan-lahan aku kehilangan niat baik yang kumiliki ketika memulai bisnis.
Seiring berjalannya waktu, dompetku semakin tebal dan aku hidup dengan sangat nyaman, namun aku sebenarnya tidak merasa bahagia. Kadang-kadang ketika aku memikirkan hal-hal curang yang kulakukan, aku memiliki rasa takut yang tidak bisa kuutarakan; aku selalu takut memperoleh pembalasanku. Tetapi yang menyedihkan, ketika dihadapkan dengan laba, ketika aku ingin mengendalikan diri aku tidak bisa melakukannya.

Merasa Terhilang dan Kesakitan, Aku Mendengar Injil

Sementara aku semakin terperosok dalam kejahatan dan tidak dapat membebaskan diriku, istriku membagikan Injil Kerajaan Tuhan kepadaku dan membacakan bagiku beberapa bagian dari firman Tuhan: “Kerajaan-Ku memerlukan orang-orang yang jujur, tidak munafik, dan tidak pendusta. Bukankah orang-orang tulus dan jujur tidak disenangi di dunia? Sebaliknya bagi-Ku. Aku menerima orang-orang jujur untuk datang kepada-Ku; Aku menyenangi orang-orang seperti ini, Aku juga membutuhkan orang-orang seperti ini. Inilah persisnya kebenaran-Ku.” “Bertindak seperti seorang manusia normal adalah berbicara dengan patut. Ya berarti ya, tidak berarti tidak. Bersikaplah jujur terhadap fakta dan berbicaralah dengan pantas. Jangan curang, jangan berbohong.
Istriku berkata: “Setelah dirusak oleh Iblis, kita menjadi sangat egois dan penuh tipu daya secara natur; kita berbohong dan menipu demi keuntungan kita sendiri, bahkan tanpa merasa sangsi. Kita tidak sedikitpun memiliki kesamaan dengan orang jujur. Tuhan telah memberi tahu kita bahwa Dia suka orang yang jujur dan Dia menuntut kita untuk menjadi orang yang jujur. Apakah itu dalam interaksi kita dengan orang lain atau ketika melakukan bisnis, kita harus jujur—kita harus berkata bahwa ya adalah ya dan melakukan bisnis dengan jujur. Itulah satu-satunya cara untuk mendapatkan berkat dan persetujuan Tuhan, dan satu-satunya cara agar kita dapat memiliki kedamaian dan ketenteraman di dalam hati kita. Pikirkan ketika kita pertama kali memulai bisnis ini, kita benar-benar jujur pada semua orang—intinya kita berpegang pada prinsip menjadi orang baik. Tetapi ketika kita melihat bahwa menjadi jujur tidak benar-benar menghasilkan uang bagi kita, kita mulai menggunakan metode-metode yang curang, secara aktif mencoba menipu pelanggan. Meskipun kita mulai menghasilkan lebih banyak uang, Tuhan merasa jijik dengan kita dan itulah sebabnya kita tidak pernah merasa tenteram dan hidup dalam kesakitan.”
Aku sangat setuju dengan persekutuan istriku tersebut. Aku berpikir, “Itu benar! Sejak aku mulai menipu orang-orang dalam bisnisku, aku merasa tidak tenteram dan bahkan khawatir akan pembalasannya. Hidupku terasa menyakitkan. Ternyata Tuhan menyukai orang yang jujur dan menjadi jujur adalah satu-satunya cara untuk memiliki kedamaian dan ketenteraman di hatiku.” Keselamatan Tuhan seperti sinar cahaya dalam kegelapan yang memungkinkan aku menemukan jalan ke depan. Sejak saat itu aku mengikuti iman istriku, membaca firman Tuhan setiap hari, dan menjalani kehidupan bergereja.
Aku melihat di gereja bahwa semua saudara- saudari berupaya untuk menjadi orang yang jujur; mereka sangat jujur dalam kata-kata dan tindakan mereka dan semuanya sederhana dan terbuka tentang masalah apa pun. Semua orang sangat dekat—dibandingkan dengan dunia luar, rasanya seperti siang dan malam. Aku menjadi semakin yakin bahwa aku telah menemukan jalan yang benar dalam hidup, dan menjadi orang yang jujur sesuai dengan persyaratan Tuhan menjadi obyek pencarianku. Tetapi sedikit yang aku tahu bahwa aku telah begitu dalam dirusak oleh Iblis sehingga menjadi orang jujur tidaklah semudah yang aku bayangkan …

Mengetahui Kebenaran tetapi Tidak Berdaya untuk Melakukannya

Suatu kali seorang lelaki tua mendorong becak listriknya ke tokoku untuk diperbaiki. Aku melihat bahwa akinya telah diisi ulang secara berlebihan dan kabel pengontrolnya telah teroksidasi. Aku berpikir dalam hati: “Dalam situasi seperti ini, memperbaikinya akan sedikit memperpanjang usianya, tetapi tidak akan bertahan lama. Jika aku memperbaikinya hari ini dan kemudian rusak lagi setelah beberapa saat, dia mungkin akan pergi ke orang lain untuk meminta mereka mengganti suku cadang-suku cadang tersebut. Maka bukankah aku akan kehilangan uangnya? Jika aku mengganti kedua suku cadang ini, aku akan memperoleh laba 300 yuan lagi, jadi aku harus melakukannya, kan?” Tetapi begitu aku sadar bahwa Tuhan menyukai orang-orang yang jujur, aku merasa ragu-ragu dan berpikir untuk menjelaskan secara jelas situasinya kepada laki-laki tersebut dan memperbaikinya. Tapi kemudian pikiranku kembali ke uang 300 yuan itu dan aku merasakan keinginan besar di dalam diriku. Aku memutuskan untuk menjadi orang yang jujur di waktu berikutnya. Aku berkata kepadanya, “Pak, akimu rusak, dan begitu juga pengontrolmu. Keduanya perlu diganti—biayanya beberapa ratus yuan.” Mendengar ini, pria tua itu ragu-ragu sejenak, lalu mendorong keluar becaknya kembali. Beberapa hari kemudian dia kembali dan berkata dengan wajah marah: “Anak muda, Tuhan dapat melihat semua yang kita lakukan. Sebagai manusia, kita harus memiliki hati nurani! Ketika aku ke sini sebelumnya engkau mengatakan bahwa memperbaiki becakku akan menelan ongkos ratusan yuan, tetapi kemudian aku pergi ke seseorang yang kukenal yang bisa memperbaikinya hanya dengan ongkos 10 yuan. Aku masih menggunakan becakku dan semuanya baik-baik saja.” Kata-katanya seperti tamparan di wajahku. Wajahku menjadi merah padam dan aku ingin menemukan lubang untuk merangkak masuk dan bersembunyi di dalamnya. Aku menyadari bahwa Tuhan telah membiarkan ini terjadi padaku, jadi aku segera berdoa kepada Tuhan dan bertobat, “Ya Tuhan, aku salah. Aku benar-benar ingin patuh menjadi orang yang jujur dengan cara yang disiplin, tetapi ketika aku dihadapkan pada laba aku tidak bisa melakukannya. Tuhan, tolong bantu dan bimbing aku agar aku bisa hidup sesuai dengan firman-Mu. ”
Kemudian, aku membaca kutipan firman Tuhan ini: “Dahulu orang menjalankan bisnis mereka dengan cara yang tidak menipu orang, baik tua maupun muda, yang menjual barang dengan harga yang sama terlepas dari siapa yang membeli. Tidakkah ada sedikit hati nurani dan rasa kemanusiaan yang tersirat di sini? Ketika orang menggunakan keyakinan semacam ini dalam menjalankan bisnis mereka, hal itu menunjukkan bahwa mereka masih memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan pada waktu itu. Namun, dengan adanya tuntutan manusia akan jumlah uang yang terus meningkat, manusia tanpa disadari mulai semakin mencintai uang, mencintai keuntungan, dan mencintai kesenangan. Jadi, apakah manusia mulai menganggap uang lebih penting? Ketika orang menganggap uang lebih penting, mereka tanpa sadar mengabaikan nama baik, reputasi, martabat, dan kejujuran mereka, bukan? Jika engkau terlibat dalam bisnis, engkau melihat orang lain menggunakan berbagai cara untuk menipu orang dan menjadi kaya. Meskipun uang yang dihasilkan diperoleh secara tidak halal, mereka menjadi semakin lama semakin kaya. Mereka terlibat dalam bisnis yang sama denganmu, tetapi seluruh keluarga mereka menikmati kehidupan yang lebih baik dibanding engkau, dan engkau merasa tidak senang, dan berkata: ‘Mengapa aku tidak bisa melakukan itu? Mengapa aku tidak bisa menghasilkan uang sebanyak mereka? Aku harus memikirkan cara untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk membuat bisnisku berkembang.’ Engkau kemudian merenungkan hal ini. Menurut cara yang biasa dalam menghasilkan uang, tidak menipu orang, baik tua maupun muda, dan menjual barang dengan harga yang sama kepada semua orang, uang yang engkau hasilkan didasarkan pada hati nurani yang baik, tetapi hal itu tidak dapat membuat engkau cepat kaya. Namun, karena dorongan untuk menghasilkan keuntungan, pemikiranmu mengalami perubahan secara bertahap. Selama terjadinya perubahan ini, prinsip-prinsip perilakumu juga mulai berubah. … Tanpa disadari, ia menyetujui perbuatannya yang menipu dan menerimanya. Tanpa disadari, ia menganggap penipuan sebagai perilaku komersial yang sah, dan menganggap penipuan sebagai cara yang paling berguna bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya; ia berpikir bahwa dengan melakukan ini ia bisa cepat menjadi kaya. Pada awal proses ini, orang tidak dapat menerima perilaku semacam ini, mereka memandang rendah perilaku dan cara bertindak semacam ini, kemudian mereka mencoba-coba perilaku ini secara pribadi, mencobanya dengan cara mereka sendiri, dan hati mereka mulai mengalami perubahan secara bertahap. Jadi, perubahan apakah ini? Perubahan ini adalah sikap menyetujui dan menerima tren ini, suatu penerimaan dan persetujuan terhadap ide yang ditanamkan dalam dirimu oleh tren sosial. Tanpa disadari, engkau merasa bahwa jika engkau tidak menipu dalam bisnis, engkau akan menderita kerugian, bahwa jika engkau tidak menipu, engkau akan kehilangan sesuatu. Tanpa disadari, tindakan menipu ini menjadi jiwamu, andalanmu, serta menjadi perilaku dan aturan yang sangat penting bagi kehidupanmu.
Firman Tuhan benar-benar menyentuh hatiku secara mendalam, dan aku baru tahu mengapa aku menjadi licin dan licik, dan secara natur suka menipu. Aku tahu betul bahwa Tuhan menyukai orang yang jujur, tetapi aku tidak dapat menerapkan aspek kebenaran itu. Itu sepenuhnya karena aku sudah lama berasimilasi dengan semua hukum pertahanan hidup dari Iblis yang telah meresap seperti “Uang membuat dunia berputar,” “Uang membuat dunia berputar,” “Seorang pria tanpa penghasilan kedua tidak akan pernah menjadi kaya, seperti kuda yang kekurangan jerami di malam hari tidak akan bertambah bobotnya,” dan “Tidak penting apakah seekor kucing berwarna putih atau hitam selama ia menangkap tikus.” Aku hidup dengan hukum-hukum pertahanan hidup tersebut; aku telah menjadi egois dan tercela, dan menempatkan keuntungan pribadi di atas segalanya. Aku sangat mementingkan uang sehingga aku rela membuang karakter dan martabatku, menjadi curang dan menipu orang lain hanya untuk memperoleh lebih banyak uang. Aku selalu menilai pelangganku dan menipu mereka. Aku perlahan-lahan kehilangan hati nurani dan dasar untuk menjadi orang baik; apa yang aku jalani sepenuhnya mirip dengan Iblis, kurang memiliki semua rasa kemanusiaan dan akal budi.
Aku teringat kembali bagaimana aku mulai berbisnis dengan cara yang sangat jujur. Aku tidak akan mengganti suku cadang pada apa pun yang bisa kuperbaiki, dan ketika sesuatu benar-benar perlu diganti aku akan membebankan harga yang wajar. Tetapi ketika aku melihat bahwa setelah sibuk bekerja seperti itu selama beberapa tahun aku hampir tidak menghasilkan uang sementara pemilik toko yang lain menjadi kaya karena menipu dan menggertak, aku merasa tidak senang. Menghadapi godaan uang dan nasihat mereka, aku juga mengadopsi perspektif “Seorang pria tanpa penghasilan kedua tidak akan pernah menjadi kaya, seperti kuda yang kekurangan jerami di malam hari tidak akan bertambah bobotnya,” menempatkan uang di atas segalanya, dan bahwa memiliki uang berarti memiliki segalanya. Jadi untuk mendapatkan lebih banyak uang, aku mengabaikan hati nuraniku dan mulai bermain trik, mengganti suku cadang kendaraan yang bisa kuperbaiki, dan mencoba segalanya untuk membujuk pelanggan membeli kendaraan yang berharga murah namun berlaba tinggi. Meskipun pada akhirnya aku menghasilkan lebih banyak uang, aku merasa takut di dalam hati, khawatir bahwa aku akan memperoleh pembalasan karena melakukan semua hal yang bertentangan dengan hati nuraniku. Dan meskipun aku ingin berhenti, aku tidak bisa melakukannya—aku hidup dalam perjuangan yang menyakitkan. Tetapi sekarang aku mengerti bahwa hidupku begitu menyakitkan karena aku mengandalkan pemikiran dan perspektif yang salah dalam hidupku. Begitu aku menyadarinya, aku memutuskan bahwa aku pasti akan memutuskan hubungan dengan Iblis dan tidak lagi hidup dengan filsafat iblis, bermain trik dan menipu orang lain demi keuntunganku sendiri. Aku akan melaksanakan firman Tuhan, menjadi orang yang jujur, hidup suci sebagai orang saleh, dan menjadi saksi Tuhan.

Menjadi Orang Jujur Menurut Firman Tuhan dan Memulihkan Etos Awalku

Suatu hari, seorang pelanggan datang untuk memperbaiki becak listrik yang besar dengan empat tempat duduk, dan berdasarkan perilakunya, setelah memeriksanya aku menemukan bahwa pengontrolnya tidak baik. Pengontrol seperti itu berharga setidaknya 500 yuan dan sirkuitnya berbeda dari yang dimiliki oleh becak lainnya. Selain itu, garis yang menghubungkannya ke kunci listrik sulit didapat. Aku memesan pengontrol khusus untuk kendaraan itu dan kemudian menghabiskan lebih dari satu hari untuk mendapatkan sambungan yang cocok dengan kunci listriknya, dan setelah memasangnya aku juga memasang pegangan katup penutup baru di atasnya. Aku mengujinya dan semuanya bekerja dengan baik. Kemudian tiba-tiba terlintas di benakku: “Mungkinkah itu bukan pengontrolnya yang rusak, tetapi hanya katup penutupnya?” Jadi aku memasang kembali pengontrol aslinya dengan pegangan katup penutup yang baru, dan becak itu bekerja dengan baik! Aku benar-benar mengalami pertempuran batin saat itu. Aku berpikir: “Aku mengatakan kepadanya bahwa aku akan memasang pengontrol baru, ditambah orang yang memilikinya mempunyai banyak uang. Dia mengatakan bahwa selama becaknya diperbaiki, dia tidak peduli berapa harganya. Aku memesan pengontrol khusus hanya untuk becak itu, yang tidak akan mudah dikembalikan setelah digunakan. Selain itu, aku bekerja lebih dari satu hari sebelum berhasil menjalankannya. Jika aku tidak memasang pengontrol baru tersebut, aku hanya akan menghasilkan maksimal kurang dari 100 yuan sebagai ongkos kerja. Ini merupakan kerugian yang besar! Mungkin aku harus tetap menggantinya saja. Bagaimanapun, pria itu tidak peduli dengan uang; akan sia-sia jika aku tidak menggantinya.” Ketika aku telah memutuskan melakukan hal itu aku mencela diriku sendiri, dan aku menyadari bahwa aku akan kembali melakukan sesuatu yang tidak jujur demi keuntunganku sendiri, jadi aku berdoa kepada Tuhan. Dalam pencarianku, aku memikirkan satu bagian dari firman Tuhan: “Engkau semua harus tahu bahwa Tuhan menyukai orang yang jujur. Hakikat Tuhan adalah setia, jadi firman-Nya selalu bisa dipercaya. Selain itu, tindakan-Nya tidak mengandung kesalahan dan tidak untuk dipertanyakan. Inilah sebabnya Tuhan suka orang yang benar-benar jujur kepada-Nya.
Aku merenungkan firman Tuhan dan benar-benar mengalami niat sungguh-sungguh dari Tuhan. Esensi-Nya adalah kesetiaan; apa yang Dia katakan dan lakukan semuanya sangat tulus dan dapat diandalkan. Tuhan menyukai orang yang jujur karena orang yang jujur dapat melakukan sesuatu dengan hati nurani mereka. Sementara itu, apa pun yang mereka lakukan, orang yang suka menipu bertindak demi keuntungan mereka sendiri dan tidak akan berhenti apa pun yang terjadi, dan bahkan dalam imannya mereka melakukan transaksi dengan Tuhan. Inilah sebabnya orang-orang yang curang memiliki rasa kemanusiaan yang buruk dan Tuhan tidak akan menyelamatkan mereka. Aku percaya kepada Tuhan sekarang, jadi jika aku terus menipu orang demi keuntungan, apa bedanya aku dengan orang yang tidak percaya? Aku tahu bahwa aku tidak bisa melanjutkan jalanku yang salah, tetapi aku harus melepaskan kepentinganku sendiri dan melakukan kebenaran; aku harus menjadi orang jujur yang Tuhan inginkan. Setelah memikirkan semua ini, aku menjelaskan situasinya kepada pelanggan dan hanya meminta bayaran bagi ongkos kerja dan pegangan katup penutup tersebut. Dia merasa senang. Aku menghela nafas panjang dan merasa sangat tenang dan tenteram di hatiku dan merasa bahwa menjadi orang yang terbuka dan tulus jujur sangat luar biasa. Terima kasih kepada Tuhan, pada hari-hari berikutnya aku semakin percaya diri dalam mencari kebenaran dan menjadi orang yang jujur, dan apakah ketika memperbaiki atau menjual kendaraan, aku akan melakukannya di hadapan Tuhan dan menerima pengawasan-Nya. Aku hanya menghasilkan uang yang bisa kuperoleh dengan hati nurani yang baik, dan aku mendapatkan kembali perasaan tenteram dan damai dalam hatiku.
Suatu hari, seorang wanita tua datang ke tokoku untuk membeli skuter. Setelah memilih satu, dia menanyakan harganya. Aku mengatakan kepadanya dengan jujur bahwa harganya adalah 2.800 yuan dan dia berkata dengan gembira, “Benar-benar engkau jujur. Aku akan membelinya. Aku tidak bergurau, aku sudah ke toko-toko lain dan harga pertama yang mereka minta ratusan yuan lebih tinggi daripada hargamu. Seorang teman memberi tahuku bahwa engkau benar-benar jujur dan engkau tidak akan menipu pelangganmu, itulah sebabnya aku masuk ke tokomu. Sekarang aku melihat bahwa hal itu sungguh benar.” Aku bersyukur kepada Tuhan di hatiku ketika aku mendengarnya mengatakan hal itu. Adalah sepenuhnya firman Tuhan yang telah mengubahku, memungkinkan aku untuk hidup sedikit mirip dengan manusia sejati. Apa yang benar-benar mengejutkanku adalah bahwa begitu aku berhenti menggunakan taktik curang dalam bisnisku, bisnisku malah semakin berkembang dan segera aku memiliki banyak pelanggan. Banyak dari mereka yang mencariku karena reputasiku. Aku menyadari bahwa rahasia bisnis yang berkembang adalah menjadi orang yang jujur.
Aku bersyukur kepada Tuhan bahwa melalui bimbingan firman-Nya, aku dapat merasakan sukacita menjadi orang yang jujur dan telah memperoleh kemudahan dan ketenteraman dalam hatiku yang tidak pernah bisa dibeli oleh uang. Terima kasih kepada Tuhan karena telah membimbingku keluar dari belenggu uang dan laba, dan aku telah belajar bagaimana menjadi orang yang jujur. Segala kemuliaan bagi Tuhan!
Oleh Saudara Wang Cheng, Tiongkok

Sumber Artikel dari "Belajar Alkitab"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan