1/08/2020

Pernikahan: Titik Peristiwa Keempat

Percaya kepada Tuhan, Otoritas Tuhan, Sang Pencipta,
Seiring bertumbuh dan bertambah dewasanya seseorang, ia mulai menjauh dari orang tua dan lingkungan tempat ia dilahirkan dan dibesarkan, kemudian mulai mencari arah hidup dan mengejar tujuan hidupnya dengan cara yang berbeda dari kedua orang tuanya. Pada saat ini ia tidak lagi membutuhkan kedua orang tuanya, yang ia butuhkan adalah pasangan untuk menghabiskan hidup dengannya: seorang teman hidup, orang yang nasibnya akan terjalin erat dengannya. Dengan demikian, peristiwa besar pertama yang harus dihadapi seseorang setelah mencapai kemandirian adalah pernikahan, inilah titik peristiwa keempat yang harus dilalui seseorang.

1. Orang Tidak Punya Pilihan Atas Pernikahan

Percaya kepada Tuhan, Otoritas Tuhan, Sang Pencipta,
Pernikahan merupakan peristiwa kunci dalam kehidupan siapa pun; inilah saat ketika seseorang mulai benar-benar memikul berbagai macam tanggung jawab, dan secara bertahap mulai memenuhi berbagai macam misi. Orang pada umumnya punya banyak bayangan tentang pernikahan sebelum mereka mengalaminya sendiri, dan semua bayangan ini nampak indah. Wanita biasanya membayangkan pasangan mereka kelak adalah Pangeran Tampan, dan para pria membayangkan akan menikahi Putri Salju. Fantasi-fantasi seperti ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki persyaratan yang berbeda akan pernikahan, sejumlah tuntutan dan standar mereka sendiri. Walaupun di zaman kejahatan ini orang-orang makin sering dibombardir dengan ide-ide yang keliru tentang pernikahan, yang menciptakan lebih banyak persyaratan tambahan, dan menimbulkan beban, serta perilaku ganjil, siapa pun yang sudah mengalami pernikahan tahu sehingga tidak peduli bagaimana seseorang memandang pernikahan dan bagaimana sikapnya terhadap pernikahan, pernikahan tidak bergantung pada pilihan pribadi.
Setiap orang berkenalan dengan begitu banyak orang semasa hidupnya, tetapi tidak ada yang tahu siapa yang akan menjadi pasangannya kelak saat menikah. Walaupun setiap orang punya pemikiran dan sudut pandang pribadi terhadap topik pernikahan, tidak satu pun dari mereka dapat meramalkan siapa yang akan menjadi belahan jiwa mereka yang sejati; cara pikir mereka terhadap pernikahan tidak akan berpengaruh banyak. Setelah bertemu dengan orang yang engkau sukai, engkau dapat mengejar orang tersebut; tetapi apakah orang tersebut juga tertarik denganmu, apakah ia dapat menjadi pasanganmu, semua ini bukanlah hal yang dapat engkau putuskan. Objek kasih sayangmu tidak mesti menjadi orang yang akan berbagi hidup denganmu; sementara itu, orang yang tidak pernah engkau sangka bisa saja masuk diam-diam ke dalam hidupmu dan menjadi pasanganmu, menjadi unsur paling penting dari nasibmu, menjadi belahan jiwa yang nasibnya terjalin erat denganmu. Dengan demikian, walaupun ada berjuta-juta pernikahan di dunia, semuanya berbeda satu dengan yang lain: Ada pernikahan yang tidak memuaskan, ada yang bahagia; ada yang dari timur ke barat, ada yang dari utara ke selatan; ada yang pasangan sempurna, ada yang kedudukannya setara; ada yang harmonis dan bahagia, ada yang pedih dan sedih; ada yang membuat orang lain iri, ada juga yang disalahpahami dan dicemooh; ada yang dipenuhi sukacita, ada yang dipenuhi air mata dan duka…. Dalam berbagai jenis pernikahan ini, manusia menunjukan kesetiaan dan komitmen seumur hidup atas pernikahan, atau atas cinta, kasih sayang, ketidakterpisahan, atau atas kepasrahan dan ketidakpahaman, atau pengkhianatan, bahkan kebencian. Entah pernikahan itu sendiri mendatangkan kebahagiaan atau kepedihan, misi seseorang dalam pernikahan telah ditentukan sejak semula oleh Sang Pencipta dan tidak akan berubah; setiap orang harus memenuhinya. Dan nasib masing-masing yang ada di balik setiap pernikahan tidak akan berubah; semuanya telah diatur terlebih dahulu oleh Sang Pencipta.

2. Pernikahan lahir dari Nasib Sepasang Manusia

Pernikahan adalah titik peristiwa penting dalam hidup seseorang. Peristiwa ini merupakan produk dari nasib seseorang, mata rantai penting dalam nasibnya, tidak dibangun di atas kemauan atau pilihan pribadi seseorang, dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, melainkan sepenuhnya ditentukan oleh nasib kedua belah pihak, oleh pengaturan Sang Pencipta dan penentuan nasib pasangan tersebut. Pada permukaannya, tujuan pernikahan adalah keberlangsungan umat manusia, tetapi pada kenyataannya pernikahan tidak lebih dari ritual yang dilalui seseorang dalam proses pemenuhan misinya. Peran-peran yang dimainkan orang dalam pernikahan tidak hanya untuk membesarkan generasi selanjutnya; yang mereka mainkan adalah berbagai peran yang dipikul seseorang beserta misi-misi yang harus dipenuhinya selama proses merawat pernikahan. Karena kelahiran seseorang memengaruhi perubahan terhadap orang-orang, peristiwa, dan hal-hal di sekitarnya, pernikahannya juga pasti akan memengaruhi dan mengubah semua hal itu dengan cara-cara yang berbeda.
Ketika seseorang menjadi mandiri, ia memulai perjalanan hidupnya sendiri, yang lalu membawanya langkah demi langkah kepada orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang terkait dengan pernikahannya; pada saat yang sama, pihak lain yang kelak akan membangun pernikahan bersamanya juga berjalan mendekat, langkah demi langkah, kepada orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang sama. Di bawah kedaulatan Sang Pencipta, dua orang tanpa hubungan yang nasibnya saling berkaitan secara bertahap memasuki pernikahan dan secara ajaib menjadi sebuah keluarga, bagaikan “dua belalang yang berpegang erat pada tali yang sama.” Jadi ketika seseorang memasuki pernikahan, perjalanan hidupnya akan memengaruhi dan bersentuhan dengan perjalanan hidup belahan jiwanya. Begitu juga sebaliknya, perjalanan hidup pasangannya akan memengaruhi dan bersentuhan dengan perjalanan hidupnya. Dengan kata lain, nasib manusia saling berkaitan, dan tidak seorang pun yang mampu memenuhi misinya atau perannya secara terpisah dari orang lain. Kelahiran seseorang terjadi di atas sebuah rantai pertalian yang sangat besar; proses pertumbuhan seseorang juga melibatkan sebuah rantai pertalian yang sangat kompleks; demikian juga pernikahan tentu hadir dan mempertahankan jejaring hubungan manusia yang kompleks dan luas, melibatkan setiap anggota dan memengaruhi nasib siapa pun yang menjadi bagian di dalamnya. Sebuah pernikahan bukanlah produk dari keluarga kedua pihak, ataupun keadaan tempat mereka bertumbuh, penampilan mereka, usia, sifat, bakat mereka, atau faktor-faktor lain; pernikahan lahir dari misi bersama dan nasib yang saling berkaitan. Inilah asal-usul pernikahan, sebuah produk dari nasib manusia yang diatur dan ditata oleh Sang Pencipta.
Rekomendasi:
Bacaan Firman Tuhan
Kelahiran: Titik Peristiwa Pertama
Sumber Artikel dari "Belajar Alkitab"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan