Oleh Milan, Korea Selatan
Aku Mengharapkan Pernikahan yang Bahagia
Aku dilahirkan dalam keluarga Kristen yang bahagia. Sejak kecil, aku percaya pada Tuhan bersama keluargaku. Ketika aku masih muda, bibiku sering membawaku ke gereja untuk menghadiri kebaktian. Setiap kali aku melihat saudara-saudari seiman yang menikah di gereja, dengan senyum bahagia dan manis di wajah mereka, aku bermimpi bahwa Tuhan juga akan melimpahkan pernikahan yang bahagia dan baik kepadaku ketika aku tumbuh dewasa.
Hubungan Gagal Pertamaku
Ketika aku menjadi mahasiswi tingkat dua di universitas, aku bertemu Zong secara online. Kami mengobrol dengan sangat gembira dan dia menelepon aku setiap malam. Dia mengatakan kepadaku bahwa orang tuanya lebih menyukai adik lelakinya daripada dia dan dia tidak merasakan cinta dari keluarganya. Oleh karena itu aku sangat bersimpati kepadanya, dan sering membacakan Alkitab baginya dan menggunakan firman Tuhan untuk menghibur dan menguatkannya. Hampir tanpa disadari, aku jatuh cinta kepadanya. Pada saat itu, gagasanku tentang cinta sangat sederhana: selama dua orang benar-benar saling mencintai, mereka boleh berpacaran dan di kemudian hari akan dapat hidup bersama dalam suatu pernikahan kudus.
Namun, ketika aku memberi tahu saudara-saudari seiman dan keluargaku tentang latar belakang keluarga Zong dan keadaan pribadinya, mereka semua tidak terlalu menyukai hubungan kami. Orang tuaku mendesakku untuk menemukan pasangan yang berpikiran sama, karena hanya dengan demikian kehidupan pernikahanku akan bisa bahagia. Para saudara-saudari seiman juga menasihati aku untuk tidak membuat keputusan secara tergesa-gesa tentang pernikahanku, dan menyarankan agar aku lebih banyak berdoa kepada Tuhan dan menyerahkan pernikahanku ke dalam tangan Tuhan, dan meminta Dia untuk mengungkapkan apakah Zong adalah pasangan hidup yang telah Tuhan persiapkan bagi aku. Mendengar hal ini, aku merasa sangat sedih, namun aku masih memutuskan untuk mempertimbangkan kembali hubunganku dengan Zong. Jadi, aku berdoa kepada Tuhan dan meminta Dia untuk memimpin aku agar bisa membuat keputusan yang tepat.
Tidak lama kemudian, aku diberitahu oleh seorang teman bahwa Zong juga berkencan dengan beberapa gadis lain. Ketika mendengar hal ini, aku merasa amat terkejut dan kecewa, namun lebih dari itu, aku bersyukur kepada Tuhan karena telah mendengarkan doaku dan membuatku sadar bahwa Zong dan aku tidak cocok berpacaran. Namun, selama aku bersamanya, kasih sayangku kepadanya telah berkembang, jadi ketika aku harus putus dengannya, aku merasakan sedikit kesedihan di hatiku dan merasa agak tidak rela membuat keputusan tersebut. Belakangan, saudara-saudari seiman bersekutu denganku, “Sebagai seorang Kristen, jika kamu ingin memiliki pernikahan yang sukses, hal terpenting adalah menemukan pasangan yang menghargai cita-cita yang sama dan mengikuti jalan yang sama denganmu. Jika pasangan hidupmu tidak percaya kepada Tuhan, dia mungkin akan mempengaruhi kepercayaanmu pada Tuhan. Ada beberapa kasus di gereja kami tentang pernikahan yang gagal. Misalnya, setelah menikah dengan orang yang bukan Kristen, beberapa saudara-saudari terhalang dari kepercayaan mereka kepada Tuhan dan menghadiri pertemuan gereja, dan mereka bahkan dibatasi dalam membaca Alkitab dan menyembah Tuhan di rumah. Pernikahan adalah peristiwa terpenting dalam hidup kita. Kita tidak dapat membuat keputusan ini secara membabi buta. Kita harus lebih banyak berdoa kepada Tuhan tentang masalah ini karena hanya orang yang telah Tuhan persiapkan bagi kitalah yang paling sesuai untuk kita.”Persekutuan mereka sangat bermanfaat dan membantuku. Aku merasa sangat lega, dan tidak lagi dikacaukan oleh masalah emosionalku. Jadi, aku memutuskan untuk menetapkan standar baru bagi pasangan hidupku.
Hubungan Gagal Keduaku
Suatu hari, aku melihat ayat ini tertulis di Alkitab, “Akan tetapi tentang aku dan rumahku, kami akan melayani Yahweh” (Yosua 24:15). Betul! Karena aku percaya pada Tuhan, keluargaku juga harus menyembah Tuhan bersama denganku. Jadi aku harus menemukan pasangan yang berpikiran sama agar kami dapat berjalan di jalur iman kepada Tuhan bersama-sama, karena hanya dengan cara inilah kami akan dapat saling mencintai dan mendukung dan melayani Tuhan bersama-sama. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku memutuskan untuk menemukan pacar yang percaya kepada Tuhan agar kami dapat melayani dan menyembah Tuhan dengan satu hati.
Satu tahun kemudian, seorang saudari memperkenalkan aku kepada Li Kemu, seorang mahasiswa seminari. Aku selalu berpikir bahwa semua mahasiswa seminari sangat mengenal Alkitab, dan karena mereka juga mengabdikan diri bagi Tuhan dan menghabiskan seluruh hidup mereka untuk melayani Dia, mereka adalah orang-orang Kristen yang paling saleh. Aku berpikir dalam hati: “Jika aku dapat menikahi seorang mahasiswa seminari yang bermartabat di masa depan, aku yakin akan mendapatkan dukungan dan bantuan rohani yang luar biasa dan akan berjalan di jalan iman yang benar kepada Tuhan.” Saat memikirkan hal-hal ini, aku merasa senang, berpikir bahwa aku akhirnya telah menemukan seseorang yang sesuai dengan keinginanku.
Tetapi kenyataannya tidaklah seperti yang aku bayangkan. Dalam interaksi kami, aku mendapati bahwa dia tidak suka berbicara denganku tentang Alkitab dan tentang iman kepada Tuhan. Pada awalnya, aku merasa sedikit tidak bahagia, tetapi karena mengaguminya, aku tidak memasukkan hal ini ke dalam hati. Tetapi yang tak terbayangkan olehku adalah bahwa dia tiba-tiba mengatakan kepadaku bahwa dia ingin tinggal bersamaku. Gagasan ini benar-benar membuat aku merasa jijik. Aku berpikir: “Dia adalah mahasiswa seminari dan juga seorang Kristen, bagaimana mungkin dia dapat mengajukan permintaan seperti itu? Aku mencari pacar dengan tujuan untuk menikah; terlebih lagi, hidup bersama sebelum menikah dibenci oleh Tuhan.” Karena alasan ini, aku dengan tegas menolak permintaannya. Tetapi dia menjawabku dengan santai: “Di kampus kami, cukup banyak pasangan yang tinggal bersama di luar kampus: Beberapa menyewa tempat, beberapa tinggal di hotel ….” Aku menemukan hal ini sulit dipercaya, dan menjawab dia: “Perguruan tinggimu adalah seminari, dan engkau semua adalah mahasiswa teologi yang akan melayani sebagai pendeta di masa depan! Bagaimana engkau bisa melakukan hal ini?! Ini tidak menyenangkan hati Tuhan!” Dia menjawab dengan ringan: “Apa yang salah dengan hal ini? Seluruh dunia sekarang gelap dan jahat. Memang benar bahwa kami adalah mahasiswa seminari, namun kami juga orang biasa, dan secara alami dipengaruhi oleh tren sosial.”Mendengarkan semua ini, aku menjadi sangat marah. Mahasiswa teologi macam apa dia? Dia sama sekali tidak menghormati Tuhan! Kata-kata dan tindakannya tidak berbeda dengan kata-kata orang yang tidak percaya! Jika aku menikah dengan seseorang seperti itu, yang bahkan tidak suka berbicara tentang iman kepada Tuhan, bagaimana aku bisa mendapatkan dukungan dan bantuan rohani darinya dan melayani Tuhan bersamanya? Apakah semua ini hanya angan-anganku belaka? Memikirkan hal ini, aku berpisah dengannya.
Ditakdirkan oleh Tuhan
Setelah melalui dua hubungan yang gagal, aku merasa agak kecewa dan berkecil hati. Aku bertanya-tanya seperti apa pasangan hidup yang telah dipersiapkan Tuhan untukku dan kapan aku bisa bertemu dengannya. Aku bingung dengan pertanyaan-pertanyaan ini sampai suatu hari aku melihat ayat-ayat berikut di dalam Rut: “Dan Rut berkata, Janganlah memohon kepadaku untuk meninggalkanmu, atau berbalik dari mengikuti engkau: karena ke mana pun engkau pergi, ke situlah aku akan pergi; dan di mana pun engkau tinggal, di situlah aku akan tinggal: bangsamu akan menjadi bangsaku, dan Tuhanmu adalah Tuhanku: Di mana pun engkau mati, di sanalah aku akan mati, dan di sanalah aku akan dikuburkan: biarlah Yahweh menghukum aku, dan bahkan lebih lagi, jika sampai ada apa pun selain dari kematian, yang memisahkan engkau dan aku” (Rut 1:16–17). “Lalu Naomi, ibu mertuanya berkata kepadanya, Anakku, bukankah seharusnya aku mencarikan tempat perhentian untukmu, agar engkau berbahagia?” (Rut 3:1). Meskipun Ruth menderita frustrasi dalam pernikahannya, dia tidak menikah lagi setelah suaminya meninggal; alih-alih, dia terus mengikuti ibu mertuanya untuk percaya kepada Tuhan. Setelah itu, di bawah rencana dan pengaturan Tuhan yang luar biasa, dia bertemu dengan pasangan hidupnya — Boas. Melalui pengalaman Ruth, aku mengerti bahwa Tuhan telah mengatur semua hal di dunia tanpa terlihat oleh kita. Ketika aku memahami hal ini, aku tidak lagi merasa terganggu oleh kegagalan-kegagalan hubunganku sebelumnya namun aku merasa jauh lebih terbebaskan. Aku percaya bahwa jika sudah tiba waktunya, Tuhan akan mengizinkan aku untuk bertemu pasanganku.
Aku Akhirnya Bertemu Pasangan Hidupku
Setelah dua tahun, beberapa saudari seiman dari gereja memperkenalkan aku kepada Tao. Aku berumur 25 tahun saat itu.
Ketika aku pertama kali melihatnya, dia mengenakan kacamata dan terlihat konyol namun cukup jujur. Setelah itu, kami sering menghadiri pertemuan bersama. Pada saat itu, kami mengadakan pertemuan pemahaman Alkitab seminggu sekali, di mana kami akan membaca firman Tuhan dan membagikan pengetahuan kami tentang firman Tuhan bersama-sama. Setiap kali ketika tiba gilirannya untuk berbagi, dia selalu dapat mengomunikasikan beberapa pencerahan dan penerangan yang baru, yang bermanfaat banyak bagiku dan menyemangatiku. Perlahan-lahan, kami memulai hubungan kami. Tetapi aku tidak yakin apakah dia adalah pasangan hidup yang telah Tuhan siapkan untuk aku. Jadi, aku berdoa untuk hal ini dan menetapkan hatiku untuk mencari kehendak Tuhan, siap untuk mematuhi rencana dan pengaturan-Nya.
Suatu kali, Tao membagikan ayat-ayat berikut kepadaku: “Dan Tuhan Yahweh mengambil manusia dan menempatkannya di taman Eden untuk mengusahakan dan memeliharanya.” (Kejadian 2:15). “Lalu Tuhan Yahweh berfirman: Tidak baik manusia sendirian, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengannya.”(Kejadian 2:18). Kemudian dia bersekutu dengan aku, “Pernikahan masing-masing orang telah ditakdirkan oleh Tuhan sejak lama. Sebagai contoh, saat itu, Tuhan menciptakan Hawa sehingga dia dapat menemani Adam dan agar mereka dapat saling membantu dan mengelola Taman Firdaus bersama-sama.”Persekutuannya membuat aku lebih mengerti bahwa Tuhan telah lama mempersiapkan pasangan hidup bagi kita.
Kemudian, selama waktu yang kami habiskan bersama, ketika aku menghadapi kesulitan dia seringkali dapat bersekutu tentang firman Tuhan denganku untuk membuatku memahami kehendak Tuhan dan membantuku keluar dari kesulitanku. Saudara-saudari seiman dan keluarga kami semuanya cukup menyetujui hubungan kami, jadi hal itu adalah konfirmasi lebih lanjut bahwa dia adalah pasangan hidup yang telah Tuhan persiapkan bagiku. Pada tahun 2007, dengan doa restu dari keluarga dan saudara-saudari seiman, Tao dan aku mengikat janji dalam kehidupan pernikahan kudus.
Hingga kini, kami telah menikah selama 11 tahun. Selama tahun-tahun ini, ketika menghadapi masalah dan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam penerapan kehidupan rohani, kami dapat berdoa kepada Tuhan dengan satu hati dan menemukan jalan yang benar untuk menerapkan firman Tuhan, dan kemudian menangani kesulitan dan masalah bersama-sama. Bilamana ada perselisihan dan konflik di antara kami, melalui berdoa dan mencari Tuhan, kami berdua tahu bagaimana caranya bersikap rendah hati dan bukannya bersikeras mau menang sendiri dalam segala hal, dan kami memahami dan menoleransi satu sama lain. Dengan cara ini, konflik di antara kami bisa diselesaikan dengan cepat dan kami bisa hidup damai dengan satu sama lain.
Pernikahan Ditentukan oleh Takdir Kedua Belah Pihak
Setelah itu, aku membaca firman Tuhan, yang mengatakan: “Setiap orang berkenalan dengan begitu banyak orang semasa hidupnya, tetapi tidak ada yang tahu siapa yang akan menjadi pasangannya kelak saat menikah. Walaupun setiap orang punya pemikiran dan sudut pandang pribadi terhadap topik pernikahan, tidak satu pun dari mereka dapat meramalkan siapa yang akan menjadi belahan jiwa mereka yang sejati; cara pikir mereka terhadap pernikahan tidak akan berpengaruh banyak. Setelah bertemu dengan orang yang engkau sukai, engkau dapat mengejar orang tersebut; tetapi apakah orang tersebut juga tertarik denganmu, apakah ia dapat menjadi pasanganmu, semua ini bukanlah hal yang dapat engkau putuskan. Objek kasih sayangmu tidak mesti menjadi orang yang akan berbagi hidup denganmu; sementara itu, orang yang tidak pernah engkau sangka bisa saja masuk diam-diam ke dalam hidupmu dan menjadi pasanganmu, menjadi unsur paling penting dari nasibmu, menjadi belahan jiwa yang nasibnya terjalin erat denganmu.” “Pernikahan adalah titik peristiwa penting dalam hidup seseorang. Peristiwa ini merupakan produk dari nasib seseorang, mata rantai penting dalam nasibnya, tidak dibangun di atas kemauan atau pilihan pribadi seseorang, dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, melainkan sepenuhnya ditentukan oleh nasib kedua belah pihak, oleh pengaturan Sang Pencipta dan penentuan nasib pasangan tersebut.”
Firman Tuhan ini memungkinkan aku untuk memahami dengan lebih baik bagaimana Tuhan telah menentukan pernikahan semua orang. Dia mengaturnya sesuai dengan nasib kedua belah pihak. Tidak peduli pilihan apa yang kita buat dan preferensi apa yang kita miliki, hal itu tidak akan pernah mengubah pernikahan yang telah ditentukan Tuhan untuk kita. Dan apa yang Tuhan atur bagi kita adalah yang terbaik. Memikirkan kembali ketika pertama kali mencari pacar, aku berharap menemukan seseorang yang tampan, berpikiran sama dan memenuhi standarku sendiri. Pacar pertamaku, meskipun memenuhi syarat-syarat ini, memiliki karakter yang rendah: saat menjalin hubungan denganku, dia juga berkencan dengan beberapa gadis lain. Dia bahkan tidak memiliki moralitas minimum yang seharusnya dimiliki orang normal. Meskipun dia mendengarkan aku membaca Alkitab, dia tidak percaya kepada Tuhan. Kami tidak memiliki iman yang sama dan menempuh jalan yang berbeda dalam hidup, jadi dia tidak cocok untuk menjadi pasanganku. Kemudian, aku bertemu dengan orang yang tampaknya berpikiran sama. Aku tadinya berpikir bahwa kami akan dapat membantu dan mendukung satu sama lain secara rohani dan berjalan di jalan iman kepada Tuhan bersama-sama. Tetapi ternyata dia adalah orang percaya yang palsu. Akhirnya, di bawah pengaturan Tuhan, aku bertemu Tao dan kemudian kami menikah. Hal ini membuat aku melihat bahwa pernikahanku benar-benar tidak kuputuskan sendiri tetapi sepenuhnya telah diatur dan direncanakan oleh Tuhan. Memilih pasangan hidup sesuai dengan keinginanku sendiri adalah salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dan pernikahan yang Tuhan berikan kepadaku adalah yang terbaik. Suamiku dan aku satu dalam pikiran dan tujuan, dan bersama-sama kami menyembah Tuhan dan memenuhi tugas kami sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kami hidup dengan sangat berbahagia. Aku berterima kasih kepada Tuhan dari lubuk hatiku untuk apa yang telah Dia persiapkan bagiku.
Melalui pengalamanku, aku benar-benar merasa bahwa pasangan dalam perjalanan hidup kita telah disiapkan oleh Sang Pencipta sejak lama. Dalam pernikahan, kita harus memelihara hati yang mau menunggu dan mencari, mematuhi kedaulatan dan pengaturan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar